Senin, 04 Juli 2011

Daun-daun mungil & Bintang beku

kita sering terpesona dengan bintang,
bahkan kita sering menganggap kita bintang..
dan selalu kita menawarkan untuk generasi kita "mau jadi bintang nak..?"
sehingga bintang menjadi banyak..tak apa karena langit Tuhan luas..
cahaya bintang terangnya berbeda-beda..sangat tergantung dari upayanya mendekati "Pelita"
cahaya bintang hanyalah bayangan dari Pelita..
atau cahaya bintang tidak juga layak menjadi bayang dari pelita
ini membuktikan kecilnya bintang..dan cahaya itu bersumber dari pelita..."bagi orang yang mau berfikir"
namun bagaimana lagi dengan bintang beku?
bintang beku hanya merasa cukup dengan cahaya yang ada padanya..
bintang beku apatis dengan kemampuannya menerangi lebih banyak objek lagi..
bintang beku terlalu khawatir dengan bintang yang lainnya..namun sedikit sekali khawatir dengan pelita..
bintang beku hanya diam..bahkan cendrung tak ingin lagi jadi bintang..
ia bintang namun saat ini beku..butuh pelita untuk cahaya..butuh pelita untuk hangat..
ia bintang memiliki kesmpatan yang sama untuk terang dan cahaya ..
ia bintang telah aku tinggikan dilangit Tuhan untuk..telah kuserahkan pada pelita ..
mari kita turun ke bumi..
ada daun-daun mungil .. cantik..memenuhi bumi
mimpinya biasa seperti daun lainnya..ingin tetap ada di ranting..menamani buah dan bunga sehingga menjadikan indah pohon untuk dilihat oleh mata ..
daun-daun mungil istiqamah dengan tasbihnya..ridha berada diujung-ujung dahan..
daun-daun mungil bahkan tidak marah ketika angin menjatuhkanya dan terpisah dari buah dan bunga ..
daun-daun mungil juga mendapatkan cahaya hingga ia hijau (fotosintesis)
cahaya nya juga dari pelita..
daun-daun mungil sangat menikmati perannya yang sesaat di bumi..
sehingga ia jauh dari merasa sombong sehingga ia terus saja belajar untuk lebih tinggi agar sampai pada pelita
jauh dari merasa riya karena dia lebih tinggi dari akar, karena dia faham jika bukan karena akar ia tak bisa naik lebih tinggi untuk meminta dan mencinta pada pelita..
jauh dari meresa lemah, putus asa, apatis..walau dia begitu rapuh untuk bisa menahan angin..
karena ia yakin pada pelita..yang menjadikannya hidup bukan cahaya
karena ia rindu pada pelita..bukan cinta pada cahaya
karena ia bangga menjadi daun-daun mungil bukan bintang beku
kerana ia akan menjumpai Tuhannya sebagai daun-daun mungil .
wallahu 'alam bishawab.

Rumi pernah bersyair : wahai cinta, cinta teramat suci, kemarilah, sekarang juga. jadilah segala-gala dunia melebur ke dalam cahaya tanpa noda mu selamanya. daun-daun mungil yang terbakar bersama mu lebih terang dari pada bintang beku. jadikan aku sahaya mu, napasmu, dan intisari mu.

Ada


jika nanti ada...
aku akan tawa..
jika nanti ada..
aku akan berkisah
jika nanti ada..
aku akan mengfungsikan 2 daun telingaku..
jika nanti itu ada
aku dan segenap hati ku sepakat untuk berkata rindu
jika nanti itu ada
aku ada
untuk rebahkan kening taat ku..
untuk melangit syukur ku..
allahumma salli 'ala muhamma wa 'ala ali muhammad http://mail.yimg.com/a/i/mesg/emoticons7/1.gif

kaizen dojo

kaizen dojo

Kamis, 09 Juni 2011

Halaman Awal Mozilla Firefox

Halaman Awal Mozilla Firefox

Khusyu'

aku hampir tidak tahu apa itu khusyu'..
namun aku ingin terus memperpanjang sujudku ...
aku hampir tidak pernah bisa bersatu dalam zikir tauhid..
namun lisan dan hati ku ingin terus basah dengan nama-Mu..
aku sangat bodoh tentang risalah ini ..
namun mata dan fikiran ku terus bertanya ini dan itu..
boleh jadi perangai ku sangat buruk..
namun aku tidak ingin pernah berhenti bershalawat..
....
apakah sujud panjangku kosong ?
apakah zikir ku seperti mantra ?
apakah belajar ku sombong ?
apakah shalawat ku tak berbekas dan menjelma menjadi karakter?
....
dalam ketidak tahuan ku...aku cinta Engkau
dalam ketidak mampuan ku... aku cinta Engkau
dalam ketidakcerdasan ku... aku cinta Engkau
dalam kejahilan ku.. aku cinta Engkau Rabb..sangadh . 

Halaman Awal Mozilla Firefox

Halaman Awal Mozilla Firefox

Rabu, 08 Juni 2011

Menipu Tuhan - Hikmah dari Abu Nawas



Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu
mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit.
Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu
menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika
ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang
sama. Orang pertama mulai bertanya,
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau
orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"
"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang pertama.
"Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan." kata Abu Nawas.
Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.
Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih
utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan
dosa-dosa kecil?"
"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang kedua.
"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan
dari Tuhan." kata Abu Nawas. Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban
Abu Nawas.
Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang iebih
utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan
dosa-dosa kecil?"
"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang ketiga.
"Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa
hamba itu." jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima aiasan Abu Nawas.
Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.
Karena belum mengerti seorang murid Abu Nawas bertanya.
"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang
berbeda?"
"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan
hati."
"Apakah tingkatan mata itu?" tanya murid Abu Nawas. "Anak kecil yang melihat
bintang di langit. la mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya
menggunakan mata." jawab Abu Nawas mengandaikan.
"Apakah tingkatan otak itu?" tanya murid Abu Nawas. "Orang pandai yang
melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu besar karena ia
berpengetahuan." jawab Abu Nawas.
"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.
"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. la tetap
mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi
orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan
dengan KeMaha-Besaran Allah."
Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa
menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi.
"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?"
"Mungkin." jawab Abu Nawas.
"Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu.
"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas
"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru." pinta murid Abu Nawas

"Doa itu adalah : llahi lastu HI firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli
taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi.
Sedangkan arti doa itu adalah : Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi
penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh
sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya
Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.